Tertekan oleh Waktu

Kita memasuki fase kampret di mana kursi-kursi di tongkrongan pun mulai sepi. Padahal minggu terakhir, mengapa tidak dipuas-puasin aja kumpul bareng kawan selagi masih ada waktu?

Kita memasuki fase kampret dimana ketika kita mengajak teman untuk kumpul, mereka selalu menjawab, “Sorry bro, nggak bisa. Gue musti belajar buat UN nih.”

Kita memasuki fase paling kampret di mana kata-kata, “kita udahan dulu ya, aku mau fokus UN,” menjadi nge-tren belakangan ini.

Dan berbahagialah bagi kalian yang tidak mengalami hal-hal tersebut.

Ah, dasar, seperti tak pernah ikut UN saja!

Tertekan oleh waktu
lagi-lagi tentang waktu.
Berhubung sebentar lagi gue dan teman-teman SMA lain memasuki tahap paling akhir di sekolah, kami pun mulai melakukan  persiapan, seperti belajar dan latihan soal misalnya, untuk menghadapi Ujian Nasional. Tapi tidak seperti yang lain, “KAMI” yang gue tulis tadi tidak termasuk “GUE” di dalamnya. Sebab, ketika gue melihat orang lain sedang belajar, gue malah enggan untuk duduk diam sambil mengotak-atik soal.  Tak Tahan! Toh juga UN untuk apa? Selain untuk mengisi SKHUN supaya tidak kosong, apalagi fungsinya?

Kalaupun nilai UN kamu kurang memuaskan, kamu masih bisa memperbaiki di kampus. Karena setelah lulus kuliah, ijazah sekolahmu tidak akan dilihat lagi.
Kecuali kalau kamu mau ikut Pilkada.

Tapi bukan berarti gue bisa santai-santai menjelang UN. Gue juga harus melakukan banyak persiapan. Seperti menulis dan mengingat apa saja yang udah gue lewatin 3 tahun ini. Sebab 3 tahun udah cukup bagi anak SMP untuk berkumis dan berjakun. 3 tahun udah cukup bagi bayi untuk bisa berdiri, berjalan, berbicara, hingga mencoret-coret mobil ayahnya. Dan 3 tahun udah lebih dari cukup bagi sepasang remaja untuk putus nyambung hingga 162 kali, temen gue contohnya. See? 3 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Ada banyak perubahan-perubahan yang kita alami selama 3 tahun itu, baik yang disadari maupun tidak.

Berbicara soal masa-masa terakhir, gue rasa nggak ada yang bisa gue lakukan selain menikmatinya. Karena setelah ini kita semua pasti akan berpisah. Dan beradaptasi di lingkungan baru nantinya bukanlah hal sulit buat gue. Yang sulit adalah bagaimana gue bisa menjaga komunikasi dengan kawan-kawan agar tidak bener-bener berpisah. Karena tidak enak rasanya melihat kawan yang kemana-mana biasa bersama malah jadi canggung saat bertemu nanti.

Gue jadi teringat awal-awal gue pindah ke Purwokerto. Gue yang saat itu bener-bener homesick akibat takut dilupain sama kawan-kawan gue di sana berdampak pada adaptasi gue di sini. Gue jadi sangat sulit mendapat teman. Kalaupun ada, gue masih merasa kosong. Hingga akhirnya, perlahan namun pasti, gue mencoba merelakan. Untuk mereka yang berkata bahwa gue orangnya pendiam, gue diam untuk mengobservasi dan saat itu gue emang lagi mengamati mana yang kira-kira sepemikiran dengan gue. Untuk masuk ke sebuah lingkaran tidak bisa langsung ke titik tengah lingkaran tersebut, kita harus ke garis terluarnya dulu. Itu cara adaptasi yang gue lakukan. Mengamati-ketemu-pepet-tidak cocok-mencari-mengamati lagi-ketemu-pepet-cocok-sikat!

Hingga akhirnya gue nemu satu orang di kelas, yang menjadi sohib gue juga nantinya, lalu hal yang pertama kali muncul dalam pikiran gue adalah, “kampret! Kenapa baru sekarang nemunya?”

Setelah ketemu satu orang, tahap selanjutnya adalah: berkenalan dengan teman-temannya.

Karena gue selalu sama dia di sekolah, lama kelamaan gue pun mulai kenal dengan yang lainnya. Bahkan hingga ke teman-teman yang beda sekolah. Ngobrol aja, mengalir tanpa tanya nama dulu. Nanti juga suatu saat akan tau siapa namanya. Lalu,

“Jackpot! That’s how you build relations!”

Mulai saat itu lah gue menemukan tempat nyaman gue kembali. Hal-hal yang tadinya hilang dari diri gue pun muncul kembali. Meski memang banyak yang berubah dari gue, tapi di sini gue menemukan apa yang gue cari. Namun, kemanapun kita pergi, fakta selalu berjalan beriringan. Sedih rasanya mengingat gue harus kembali mencari tempat baru setelah lulus SMA nanti. 

Terulang lagi. Di tempat dan waktu yang berbeda, gue lagi-lagi menikmati masa-masa itu gitu aja. Tanpa sadar kalo gue sebenarnya membuat 'kenangan' di sini. Dan tanpa sadar, sebentar lagi waktunya akan habis. Kenangan terbaik kadang terjadi tanpa perlu pikir panjang. Kalau kamu ingin lompat untuk mencari tau apa yang ada di sana, lompatlah! Soal kamu menemukan apa yang kamu cari atau tidak, itu urusan belakangan. Lakukan saja selagi sempat. Sebelum terlambat.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Main-main ke twitter gue juga ya!

Gregoby: Blogger paruh waktu

Gregoby adalah blog manusia modern yang hidupnya masih nomaden. Dikelola langsung sama orang paling keren di keluarganya. Lahir di Jakarta, orang tua dari Jawa, tapi biasa dikira "Orang Ambon."

Sesuai tajuk, Gregoby juga dapat berfungsi sebagai blogger paruh waktu. Sehingga jadwal menulis tidak dapat ditentukan dan tidak ada batasan isu di dalam tulisan, semua tergantung moment, peristiwa, fenomena terhadap nomena, arah mata angin, atau bahkan isu global.

Kalo ketemu di jalan, sapa aja. Orangnya ramah banget kok, dipanggil ganteng aja nengok.

Bacanya dari kiri ke kanan ya. Happy Reading!
Enjoy!

Contact Person

Nama

Email *

Pesan *