Banyak orang
bilang, “Di mana ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Di mana ada awal, pasti
akan ada akhir.” Well, that’s life. Ketika akhir sebuah perjalanan akan menjadi
awal perjalanan yang lain. Dan sebuah perpisahan akan menjadi pertemuan dengan
sesuatu yang lain. And that’s more about life.
People come and
go. Ada yang datang, lalu pergi. Ada yang melintas dalam segmen singkat, namun
membekas di hati. Ada yang telah lama berjalan beriringan, tetapi tak disadari
arti kehadirannya. Ada yang begitu jauh di mata, sedangkan penampakannya
melekat di hati. Ada pula yang datang dan pergi begitu saja, seakan kehadirannya
tak pernah ada.
Dan itu terjadi
lagi, memori terbaik lagi-lagi muncul di saat semuanya akan pergi. Ini bukan
soal laki-laki dengan perempuan. Persetan! Lebih dari itu!
Kita pernah
mengenal satu sama lain, berbagi kisah, kemudian berpisah. Ah sudahlah, terima
saja, memang begitu siklusnya. Terus berputar hingga kita bertemu orang baru,
lalu berpisah, dan hampir tak pernah bertemu. Entah karena tidak ada kesempatan
atau memang sudah lupa. Bajingan! Siapa pula yang menciptakan siklus seperti
itu?
Lucu bagaimana
kamu memarahiku atas dasar kesibukan ku, sementara kamu selalu beralasan,
"Aku tidak bisa hari itu. Bagaimana kalau hari yang lain?"
Jangan
mengelak, akui saja bahwa semua nya telah berubah. Kamu ya kamu, aku ya aku.
Jangan berpikir aku dan kamu masih di dalam waktu dan jarak yang sama. Kau
pikir berapa banyak dari kita yang suatu saat nanti dapat kembali lagi?
Berkumpul hanya untuk sekedar menikmati secangkir kopi, sambil ditemani asap
rokok, dan bercerita tentang apa saja yang telah kita lalui, lalu tertawa.
Bahkan untuk meyesuaikan yang satu dengan yang lainnya pun sangat sulit. Waktu
memang terus berlalu, tapi bukankah memori-memori itu tidak pernah ikut larut
di dalamnya? Kau pikir untuk apa aku menulis?
Lucu bagaimana
kita dulu pernah tertawa di satu tempat yang sama, lalu berpapasan seakan tak
pernah kenal. Untuk menyapa saja perlu berpikir dua kali. Ah sudahlah, cukup
bagiku melihatmu baik-baik saja. Soal kamu lupa denganku, itu bukan hal besar.
Biar aku
ceritakan satu cerita. Aku pernah kenal dengan seorang perempuan, lalu seiring
berjalannya waktu kami pun menjadi sangat dekat. Bagiku saat itu, seperti itu
saja sudah cukup. Namun, aku tak mengerti pikiran perempuan dimana kata-kata
lah yang mereka butuhkan ketimbang tindakan. Padahal aku pikir, tindakanku saat
itu sudah cukup untuk menyampaikan padanya bahwa ia adalah orang yang penting
untukku. Saat ia tahu bahwa aku akan pergi, ia meminta aku untuk berbicara
dengannya tentang apa yang aku rasakan. Aku pun menyampaikan semuanya, begitu juga
dia. Lalu kami berpisah, namun tetap aktif komunikasi via smartphone. Hingga
akhirnya kita benar-benar berpisah tanpa aku ketahui apa penyebabnya, hingga
saat ini. Kami kembali seperti saat kita belum pernah bertemu lagi: asing.
Perlu kamu
ketahui, itu tidak terjadi sekali atau dua kali dalam hidupku. Berbagai tipe
manusia sudah pernah aku temui. Lantas, untuk apa kita berjanji bahwa kita akan
terus sama-sama kalau kamu saja tidak pernah menepatinya? Hei, Bung, realistis
lah sedikit. Kalaupun pahit, terima saja. Lagi-lagi, memang begitu siklusnya.
Kurasa sekarang aku mengerti mengapa jarum jam selalu melewati angka yang sama berulang kali. Karena
meski hari berganti, siklus yang kita lalui tak pernah berubah.
![]() |
ini tentang aku, kamu, waktu, dan juga jarak. |
Bagus nih, sangat realistis
BalasHapusTerima kasih :)
Hapus